Berita Online 24 Jam-Dua anak didik Sekolah Sepakbola ASAD Jaya Perkasa, Purwakarta,
Ahlul Dzikri dan Hamzah Lestaluhu, bersiap mengikuti latihan bersama
salah satu klub Liga Inggris, Queens Park Ranger, Maret ini.
Mereka
berhasil berada di sana melalui seleksi ketat. Sebelumnya, bersama
timnya kedua pemain itu tercatat pernah menorehkan prestasi
untuk Purwakarta dan Indonesia.
Berdasarkan catatan Kompas.com, SSB
ASAD 313 Jaya Perkasa berhasil menahan imbang PSSI U-15. Tahun ini ASAD
memastikan diri lolos ke babak 32 besar Mediteranian International Cup
(MIC) 2016. Tiga personel ASAD pun dilirik klub Eropa, namun tawaran itu
tidak diterima.
Nama
ASAD 313 Jaya Perkasa Purwakarta dikenal dunia saat masuk ke perempat
final dunia Danone Nation Cup (DNC) 2014 di Brasil. Dalam turnamen
tersebut, ASAD berhasil menyingkirkan juara bertahan saat itu.
Selain
kemampuannya, ASAD memukau seluruh peserta DNC dengan keramahannya.
Kebiasaannya di desa, mereka lakukan juga di kancah dunia. Misalnya,
cium tangan kepada seluruh wasit dan pelatih sebelum bertanding. Bahkan,
pada siapapun orang lebih tua yang mereka temui di jalanan.
Di
balik kemampuan mereka memainkan sepakbola dan keramahannya itu tidak
lepas dari kerja keras beberapa sosok. Beberapa di antaranya adalah sang
manajer Alwi Hasan dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Dedi
misalnya, nekad membuat kebijakan ekstrem untuk kemajuan ASAD. Beberapa
upayanya, mulai merancang kurikulum pendidikan formal, pembiayaan,
asrama, hingga memfasilitasi pertandingan dan lokasi pertandingan.
Kebijakan
paling ekstrem adalah pemangkasan kurikulum pendidikan formal menjadi
tiga mata pelajaran. Jika siswa lain mengikuti banyak pelajaran, maka
anak-anak ASAD hanya belajar bahasa Inggris, agama, dan sepakbola.
"Kenapa
tiga pelajaran itu, bahasa Inggris misalnya, karena mereka sering ke
luar negeri sehingga harus memiliki bahasa yang mumpuni. Kedua, agama,
agar mereka tetapi berada di relnya. Ketiga sepak bola, karena memang
itu kerjaan mereka,"
Dedi mengatakan, Purwakarta memang tengah fokus mengembangkan konsep mencetak bibit sepak bola profesional. Bahkan, kabupaten tersebut menargetkan bisa melebihi Diklat Salatiga.
Dedi mengatakan, Purwakarta memang tengah fokus mengembangkan konsep mencetak bibit sepak bola profesional. Bahkan, kabupaten tersebut menargetkan bisa melebihi Diklat Salatiga.
Seperti
diketahui, Diklat Salatiga pernah mencetak banyak pemain profesional di
Indonesia. Sebut saja, Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Bayu
Pradana, dan Ravi Murdianto. Mereka dibesarkan Diklat Salatiga yang kini
dilebur menjadi PPLP Jawa Tengah.
"(Kami) Tidak ingin menyaingi Salatiga, tetapi melebihi Salatiga," kata Dedi.
Selain
kurikulum dan pembinaan, Purwakarta pun tengah menyiapkan stadion sepak
bola berkapasitas 35.000 penonton untuk pengembangan ASAD dan
penciptaan bibit pesepakbola nasional maupun internasional.
Namun,
di balik mimpinya, Dedi memiliki kecemasan, anak-anak tersebut tidak
pulang ketika mereka berlatih ataupun bertanding di luar negeri. Karena
beberapa anak ASAD memiliki kualifikasi terbaik dari pemain terbaik.
"Tapi
kita mengikhlaskan jika itu menjadi pilihan anak-anak. Yang penting,
mereka tetap berjuang untuk Indonesia, apapun klub mereka kelak,"
ucapnya.
Untuk
menjaga kestabilan pelatihan, saat ini Dedi tengah menyiapkan beberapa
hal. Di antaranya meminta Dinas Pendidikan Jabar untuk mengurangi mata
pelajaran mereka di SMA.
"Sebentar
lagi anak-anak ini masuk SMA, dan SMA kewenangan provinsi, berbeda
dengan SMP sehingga saya bisa memutuskan menjadi tiga mata pelajaran.
Karenanya saya akan segera menghubungi Disdik Jabar untuk membicarakan
ini," terangnya.
Hal ini penting. Sebab, untuk menjadi profesional, pemain sepakbola akan lebih optimal jika tidak dibebani banyak pelajaran.
:Cerita ini di muat ulang oleh Papa4d2 bandar Togel Terpercaya di indonesia & dipublikasikan oleh Berita Online 24 Jam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar